Selasa, 18 Desember 2012

SEJARAH SINGKAT BRIMOB


Awal Mula Pembentukan Brigade Mobil.



Pasukan semi militer dan militer serta polisi tugas khusus awal mulanya dibentuk oleh Jepang dengan tujuan untuk memenuhi kekurangan tenaga manusia yang diperlukan untuk mendukung kepentingan perangnya. Kekurangan tenaga manusia ini diakibatkan karena kekalahan perangnya sejak awal tahun 1943 dengan situasi perang pasifik yang mulai berubah. Kekalahan Jepang di tahun ini diantaranya kekalahan dalam pertempuran laut di sekitar Midway dan laut Karang, jatuhnya kepulauan Saipan ke tangan Amerika Serikat sehingga menimbulkan keresahan masyarakat Jepang serta hilangnya kapal-kapal angkut dan kapal perang Jepang seiring dengan terpukul mundurnya mereka dari Papua Nugini, Kepulauan Salomon dan Kepulauan Marshall.

Kekalahan-kekalahan ini membuat Jepang menjadi defensife, sehingga Jepang mulai lebihintensif mencari dukungan masyarakat Indonesia dengan mendidik dan melatih  para pemuda Indonesia di bidang militer atau semi militer. Awal maret 1943 akhirnya diresmikan berdirinya Seinendan atau barisan pemuda, Gakutotai atau barisan pelajar, Keibodan atau barisan bantu polisi, pembantu prajurit Jepang (Heiho) dan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (Peta). Semua anggota barisan itu mendapat gemblengan patriotisme dan nasionalisme, latihan perang-perangan (Kyoren) dan baris berbaris. Latihan ini sangat besar arti dan manfaatnya untuk melatih kedisiplinan, kemauan yang keras serta ketrampilan. Selain itu pelatih/guru bangsa Indonesia yang melatih juga memperkenalkan kebesaran tanah air Indonesia dengan menggunakan bahasa melayu pada setiap pertemuan.

Pada jaman pendudukan Jepang, Kepolisian (Keisatsutai) mempunyai pasukan polisi dengan tugas-tugas khusus, yang dinamai Tokubetsu Keisatsu Tai (Polisi Istimewa), dan setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia mereka menjadi Polisi Istimewa (PI) atau Pasukan Polisi Perjuangan (P-3) yang dibentuk di tiap-tiap Karesidenan. Polisi Istimewa ini merupakan satu-satunya badan kepolisian bentukan Jepang yang tetap diperkenankan untuk memegang senjata, memainkan peranannya memperkuat Barisan Perjuangan Rakyat Indonesia menentang penjajahan. Polisi Istimewa inilah yang kemudian merupakan cikal bakal terbentuknya Mobrig atau yang sekarang dikenal dengan nama Brigade Mobil Polri (Brimob Polri).
Proses Polisi Istimewa (PI) menjadi Mobil Brigade.


Pasukan-pasukan kepolisian yang berada di tiap-tiap Karesidenan dengan nama Polisi Istimewa (PI) dan Pasukan Polisi Perjuangan (P-3) kemudian disusun kembali untuk mencapai persamaan dalam bentuk susunan, nama, tugas dan cara bekerja, mengingat masa sebelumnya menunjukkan tidak adanya persamaan, demikian juga hubungan antara pasukan Karesidenan satu dengan yang lainnya belum teratur.

Usaha Polri untuk memperoleh susunan organisasi diantara pasukan ini dan untuk membenahi organisasi serta memaksimalkan tugas-tugas Polri selanjutnya, khususnya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, pimpinan kepolisian menganggap perlu mengadakan reorganisasi yang tujuannya adalah agar kepolisian mencapai kesamaan dalam bentuk susunan, organisasi, tugas, dan tata cara bekerja yang tidak ada sebelumnya dengan membentuk Mobile Brigade (Mobrig) yang sekarang terkenal dengan nama Brigade Mobil (Brimob). Pembentukan Mobrig ini merupakan tahap penyempurnaan organisasi kepolisian dengan harapan pasukan ini dapat menjadi inti dari Kepolisian Negara dan menjadi pasukan mobil.

Mobile Brigade atau disingkat Mobrig adalah suatu bagian (onderdeel) dari Kepolisian Republik Indonesia yang dibentuk pada tanggal 14 Nopember 1946, berdasarkan Surat Perintah Kepala Muda Kepolisian R. Soemarto No. 12/18/91, yang menyatakan bahwa semua unsur pasukan Polisi Istimewa (PI) dilebur menjadi satu dengan nama baru yakni Mobile Brigade (Mobrig). Pembentukan Mobrig ini merupakan salah satu bentuk reorganisasi yang dilakukan oleh Jawatan Kepolisian Negara di Purwokerto. Selain itu, pembentukan satuan Mobil Brigade ini juga telah diakui dan direstui oleh Panglima Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Jenderal Sudirman dengan suratnya yang dikeluarkan pada tanggal 4 Agustus 1947.
Susunan organisasi Mobrig ini dibagi menjadi 3 daerah, yaitu Mobile Brigade Besar Djawatan, Mobile Brigade Besar Jawa Tengah dan Mobile Brigade Besar Jawa Timur, yang masing-masing langsung bertanggungjawab kepada Kepala Kepolisian Negara. Untuk Mobil Brigade Besar Djawatan berkedudukan di Purwokerto, Mobil Brigade Jawa Tengah berkedudukan di Surakarta. Kepala Kepolisian Karesidenan Surakarta secara taktis membawahinya, tetapi instruksi-instruksi langsung dari Kepala Kepolisian Negara. Sedangkan Mobil Brigade Besar Jawa Timur yang berkedudukan semula di Sidoarjo, kemudian pindah ke Malang. Mobil Brigade Besar Jawa Timur ditunjuk sebagai koordinator dari semua kesatuan Mobil Brigade yang ada di dalam lingkungan tersebut. Pembentukan Mobil Brigade ini tidak mengakibatkan penambahan anggota polisi baru, karena mereka diambil dari anggota kepolisian Umum. Dalam susunan baru ini, hubungan dan tata cara bekerja Mobile Brigade diatur secara khusus dan pada hakekatnya Korps Mobrig yang  terbentuk itu merupakan kekuatan tempur samapta (ready striking force) bagi Polri.
Di tiap-tiap Karesidenan juga dibentuk Mobile Brigade Karesidenan dengan kekuatan kurang lebih 100 anggota. Kesatuan ini dikepalai oleh seorang Inspektur Polisi Klas I atau II dengan sebutan Komandan Mobile Brigade Karesidenan. Secara administratif  organisatoris dan taktis kesatuan Mobrig ada di bawah pimpinan kepala-kepala polisi Karesidenan.

Disamping pasukan-pasukan Karesidenan, diadakan lagi pasukan cadangan di Purwokerto dibawah pimpinan seorang Komisaris Polisi, yang langsung menerima perintah dari dan tanggung jawab kepada Kepala Kepolisian Negara, pasukan ini disebut Mobile Brigade Besar Djawatan. Pada waktu serangan tentara Belanda yang pertama dilakukan terhadap Republik Indonesia, kesatuan ini mengambil bagian dalam pertahanan Karesidenan Banyumas, kemudian dipindah kedudukannya di Jogyakarta sebagai pasukan cadangan Djawatan, yang memindahkan kedudukannya ke Ibu kota Negara Republik Indonesia. Pasukan cadangan ini diperkuat dengan satu Kompi Mobile Brigade yang hijrah dari Priangan. Mobile Brigade Djawatan dihapuskan setelah Jogyakarta dikembalikan oleh Belanda kepada Republik Indonesia. Dengan demikian, kepindahan Markas Kepolisian ke Purwokerto menjadi suatu momentum penting dalam melakukan reorganisasi, seiring dengan kepentingan terhadap tuntutan masa revolusi yang melingkupnya.

Di Surakarta ada juga pasukan cadangan, yakni Mobile Brigade Besar Jawa Tengah, yang secara administratif langsung dibawah Djawatan Kepolisian Pusat. Kepala Polisi Karesidenan Surakarta dikuasakan oleh Kepala Kepolisian Negara untuk memegang pimpinan taktis dan dalam hal ini langsung menerima intruksi-intruksi dari kepala Kepolisian Negara. Perkembangan selanjutnya kesatuan ini berkedudukan di Semarang.
Selain itu, pasukan cadangan juga ada di Jawa Timur, Mobile Brigade Besar Jawa Timur berkedudukan berturut-turut berada di Sidoarjo dan Malang sebelum “Aksi Polisionil” pertama, di Blitar dan Madiun sebelum aksi kedua dan terakhir di Surabaya. Komandan Mobile Brigade ini menerima perintah langsung dari Kepala Djawatan Kepolisian Negara dan administratif langsung dibawah djawatan. Tiap-tiap pasukan cadangan dikepalai oleh seorang Komisaris Polisi atau Inspektur Polisi Tk I (Jawa Tengah) dengan sebutan Komandan Mobile Brigade Besar, kekuatan pasukan berjumlah antara 400 sampai 600 orang.


Pokok tujuan dari pembentukan Mobrig ini adalah untuk memperoleh pasukan-pasukan kecil sebagai inti dari kepolisian yang kuat dan mobile, sebagai pasukan gerak cepat dan merupakan tulang punggung dari kepolisian yang kurang kuat persenjataannya pada waktu itu. 
Pasukan bersenjata ini memberikan sumbangan yang sangat besar artinya bagi usaha pertahanan negara. Mobile Brigade pada umumnya memenuhi maksud pembentukannya, yakni memberikan bantuan sekuat-kuatnya dalam usaha pemerintah daerah untuk menyelenggarakan keamanan dan ketetraman umum khususnya dan pada umumnya turut menegakkan kedaulatan negara. Pasukan ini menunjukkan kegiatan dan ketangkasan yang menyebabkan termasyurnya nama Mobrig di kalangan masyarakat, sehingga umum memandang Mobrig sebagai alat kekuasaan tersendiri disamping polisi dan tentara. Di dalam melaksanakan tugas kepolisian, Mobile Brigade ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas preventif, sedangkan untuk tugas-tugas represif harus diserahkan pada satuan polisi biasa.

Pembentukan Mobrig mula-mula tidak mengakibatkan penambahan pegawai polisi; anggotanya dipilih dari pegawai-pegawai polisi yang ada di daerah, yang berusia muda, sehat, kuat dan belum kawin. Mobrig ini anggotanya tersusun dalam group (6-7 orang),  3 group menjadi 1  Brigade, 3 Brigade menjadi 1 seksi dan 2 seksi membentuk 1 Kompi. Group ini dipimpin oleh seorang Agen Polisi Tk I atau Komandan Polisi, Brigade dipimpin oleh Komandan Polisi, Seksi dipimpin oleh Pembantu Inspektur Polisi dan untuk tingkat Kompi dipimpin oleh seorang Inspektur Polisi.
Persenjataan yang dipakai pada saat itu berupa Karabin dan Mitraleur, sedangkan untuk tiap-tiap Seksi dilengkapi dengan sebuah truk. Seluruh pasukan harus diasramakan, agar senantiasa pasukan dapat digerakkan dengan cepat untuk menjaga disiplin, moril dan untuk mencegah pengaruh buruk dari luar.
Kewajiban yang harus dilaksanakan anggota Mobile Brigade antara lain : mengikuti latihan-latihan praktis, latihan berjalan, latihan patroli, latihan berbaris dan sebagainya, mengikuti pendidikan teori tentang Kepolisian, latihan menembak serta berolahraga. Kewajiban tersebut dimaksudkan adalah untuk memperbaiki disiplin para anggota dan menambah teori tentang kepolisian, agar dalam melaksanakan tugas senantiasa tetap mempertahankan sifatnya sebagai alat kepolisian.
Perubahan Mobile Brigade menjadi Brigade Mobile Polri (Brimob Polri).

Sesuai dengan perkembangan keadaan, maka pada saat peringatan HUT Brimob tanggal 14 Nopember 1961, sebutan Korps Mobile Brigade telah diganti sendiri oleh Presiden Soekarno selaku Kepala Negara dengan sebutan Korps Brigade Mobile (disesuaikan dengan istilah bahasa Indonesia yang baku dan benar berdasarkan hukum DM). Dan pada saat itu pula Korps Brigade Mobile Polri mendapatkan penghargaan “Nugraha Sakanti Jana Utama” berdasarkan bahwa Korps Brimob dalam jangka waktu 15 tahun sejak didirikannya pada tanggal 14 Nopember 1946 sampai 14 Nopember 1961 dengan penuh kewaspadaan telah berbhakti dan berdarma guna kepentingan tugas kepolisian sehingga sebagai kesatuan yang terpercaya patut menjadi tauladan yang dapat memelihara dan memajukan sifat-sifat kepolisian sejati (Surat Keputusan Presiden RI No. 591 tahun 1961). Dengan penghargaan ini Korps Brigade Mobile adalah satu-satunya kesatuan yang pertama mendapatkan penghargaan dari pemerintah.
Dan pada saat pelaksanaan HUT Korps Brimob Polri yang ke-XX (dua puluh) tahun 1965, Presiden Sukarno dalam sambutannya juga mengakui akan peran serta satuan Brimob Polri dalam menghadapi peristiwa “ Gerakan 30 September”.
Peran dan Fungsi Brimob Polri.


Fungsi Brimob Polri tidak hanya sebatas menegakkan hukum sebagaimana polisi di Negara-Negara lain : Carbineri sebagai polisi Italia, Border security Police sebagai Polisi Jerman, Gendarmeri sebagai Polisi Perancis dan lain-lain, tetapi juga ikut aktif berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Karena itulah, Angkatan Kepolisian (sekarang Polri) dengan ketiga angkatan lainnya (AD,AL dan AU) merupakan bagian yang tak terpisahkan.

Peran Brimob sebagai salah satu unsur keamanan dalam negeri terus meningkat, sehingga pasukan ini aktif menumpas gerombolan pengacau keamanan di seluruh  wilayah Indonesia. Sejak kepemimpinan Brigjen Pol. K.E. Lumy (1975-1978), Brimob selalu terlibat dalam operasi pengamanan Timor-timur. Keaktifan tersebut terus dijalankan secara estafet oleh para Danpus Brimob selanjutnya.

Di samping aktif dalam tugas pertahanan dan keamanan dalam negeri, Brimob juga menjalankan kewajibannya selaku Satuan Kepolisian. Pada dasarnya, pasukan hamba hukum ini dirancang untuk mengayomi sekaligus melindungi warga masyarakat beserta harta bendanya agar terhindar dari ancaman gangguan pihak lain yang ingin memaksakan kehendak dengan cara kekerasan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, motto Brimob adalah “dimanapun berada selalu membawa ketentraman bagi masyarakat sekitarnya”. Untuk mewujudkan obsesinya, Brimob bersama-sama dengan unsur pelaksanaan operasional kepolisian yang lain berhasil menggulung dan menggungkap sebagian besar tindak kejahatan dengan kekerasan yang sering terjadi di kota-kota besar.


Satuan Brimob memang dibentuk khusus untuk menanggulangi ancaman serta gangguan kamtibmas terutama dalam menghadapi pelanggaran hukum dengan intensitas tinggi yang memerlukan pencegahan dan penindakan secara khusus dalam bentuk ikatan kesatuan yang dapat bergerak cepat dan Mobile, seperti kerusuhan massa atau tindak kejahatan yang terorganisir. Inilah yang membedakan tugas dan kewajiban anggota Korps Brigade Mobile dengan polisi pada umumnya. Karena sering menangani jaringan kejahatan terorganisir, maka anggota pasukan ini kerap kali bekerjasama dengan pihak Kepolisian Internasional.


Sumber : korbrimob.wordpers.com ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar